Menteri Metafisika

Tanggal satu ramadlan, atau dalam jawa, ramelan, alias pasa baru mulai. Hari yang semestinya dimulai dengan tenang, tenteram dan khusyu' ternyata diwarnai banyak kengerian. Ada kenaikan harga BBM, yang ujung-ujungnya membuat susah hidup, lalu ada pula bom Bali jilid dua. Belum lagi masalah flu burung, polio, gempa, dll.

Di beberapa media metafisik ada yang bilang tanda-tanda sudah terlihat, tapi mengapa tidak ada pencegahan? Itulah perlunya membentuk kementrian metafisika, jangan kementrian perdukunan, karena kurang keren dan terkesan kampungan.

Ini menjadi menarik, selain mencegah musibah sedini mungkin, sekaligus membuktikan apakah para dukun yang mengklaim bisa menerima isyarat alam ghaib sebelum terjadi bencana itu memang mumpuni. Para pembantu mentri pun jangan dari aliran putih saja (ilmu laduni, karomah, atau non setan lainnya), tapi perlu pula yang aliran hitam, supaya bisa diperintah menyantet atau menggendam para penjahat. He he, bisa nggak ya, ilmu hitam mencegah perbuatan orang hitam (tentu bukan orang berkulit hitam).

Kalau dulu di ITB ada UKM yang bernama Padma Bakti (dulunya Pendawa Padma), mestinya para alumni Padma Bakti itu bisa mendorong pembentukan kementrian ini, soalnya, tahu kan ITB, semua serba ilmiah, ada pula alat anti santet yang ilmiah (bahkan menjadi tugas akhir sang guru besarnya). Teorinya, mungkin semua berdasar pada frekuensi dan resonansi, nggak tahulah. Jika diterapkan pada kejadian alam, mungkin semacam early warning, seperti kalau akan hujan didahului mendung, kecuali bukan hujan normal. Namun, bisakah perilaku orang diketahui aksi pendahuluan seperti alam yang tanpa akal?

Karena itu, maka, agaknya, kementrian metafisika pun perlu dikaji lagi