Hampir seminggu Pak Suharto dikubur, yang mana si Riwanto saat itu ikut melayat hingga ke Giribangun. Posting ini tentu bukan untuk menilai jasa dan dosa Pak Suharto.
Jasa-jasanya tentu amat banyak, misalnya korupsi terkendali, prestasi dihargai, aman nonton TV (karena dijamin nggak ada kata-kata kasar bermunculan), pembangunan juga lancar-lancar saja, apalagi jalan di depan rumahku yang harus dilewati Pak Suharto sekeluarga jika ingin ke Giribangun. Kurang tahu, bagaimana dengan daerah luar Jawa?
Bapakku dulu pernah jual durian kepada rombongan Pak Suharto, katanya. --tapi apa hubungannya?
Kesalahan-kesalahnnya juga amat banyak, yang pasti menyangkut penghilangan nyawa seseorang yang dianggap diluat jalur. Misalnya, pembantaian PKI dan anak-cucunya (meskipun PKI juga dengan ganas membantai kaum agama, tapi ini dari film, nggak tahu yang benarnya gimana), peristiwa Malari, dll., yang intinya adalah untuk kestabilan.
Beberapa orang berpendapat bahwa membasmi PKI bukan masalah besar, tentu karena mereka bukan PKI, atau anak cucunya. Tapi bayangkan, misalnya sekarang ini seluruh simpatisan Partai Demokrat beserta anak-cucunya dihabiskan, Anda yang dari PD mau? PKI atau non-PKI kukira hanya masalah pilihan orang kecil yang ingin menyambung mimpi saja, namun apesnya, dengan ikut PKI mereka tumpas. Terlepas kontroversi PKI, mestinya jika harus dibasmi, bukankah gembongnya saja yang harus hilang?
Banyak kalangan menilai Pak Suharto mengidentifikasikan dirinya dengan Panembahan Senopati, atau setidaknya menyamakan Indonesia dengan Mataram Islam, dimana pada awalnya, Senopati harus membunuh banyak orang untuk memuluskan usahanya menyatukan Jawa. Paling terkenal dan paling tragis adalah peristiwa Mangir Wanabaya. Jadi, buat Pak Suharto bukan masalah besar; menumpas sekian orang, atau ratusan ribu orang, asalkan kekuasaannya lancar, tokh, Panembahan Senopati--dengan segala perbuatannya, tetap menempati posisi terhormat di kalangan Kejawen. Mungkin juga Pak Suharto juga ingat terus kata-kata Pak Sukarno, bahwa jatuhnya korban dalam suatu revolasi adalah sangat lumrah.
Sekarang, semua orang yang diuntungkan oleh Pak Suharto berkabung, dan bermimpi bagaimana bisa hidup seperti dulu.
Dan apakah aku ikut berkabung?
Nggak pentinglah...
Seperti kata-kata khatib di jum'at kemarin. Orang mendengar berita kematian reaksinya biasa saja, seolah-olah kematian itu kecelakaan saja, yang mana jauh dari diri kita. Hanya menimpa orang lain, kalau kita masih besok, lama.
Perjuangan Panjang "Menyelamatkan Ibu, Bayi dan Balita"
-
Waduh .. Cukup lama saya nggak menulis di blog ini, kangen juga :)
Sore menjelang maghrib tiba-tiba ada pesen via BB ada yang koment di blog
ini dari Anoni...
11 years ago
5 tanggapan:
Intine priye kang?dadi bingung aku.....
intine, yen wong liya mati yo ben, wong sing mati dudu aku... harusnya kalo ada orang mati, kita kudu inget bahwa kita pasti mati, tapi akehe, kelingan terus lali meneh, trus nganggepe aku matine suk yen wis tuwa, misale umur 86 tahun.
uapik tenan blog mu mas
whoever wrote this, matur nuwun kanggo pujiane, tak dongakno panjang jiwo.... :)
Kang, aku pengen ngerti pendapatmu ttg isi artikel ning link iki :
http://www.pks-kab-bekasi.org/cetaktarbiyah.php?id=74&PHPSESSID=2b984f28c2059a9b7ccc6b2a8686cc9d
dibahas via email wae yo...
Post a Comment